Deskripsi Destinasi
Jelajah Pesona Festival Kelabba Madja
Kabupaten Sabu Raijua
Pra Kata
Event Jelajah Pesona, Festival Kelabba Madja Kabupaten Sabu Raijua adalah branding baru yang di promosikan oleh Pemda Sabu Raijua Melalui Dinas Pariwisata Kabupaten Sabu Raijua. Ivent ini dilaksanakan pada bulan September tepatnya pada tanggal 9 s/d 12 September 2019. Pemilihan Branding Jelajah Pesona Festival Kelabba Madja karena merupakan satu-satunya destinasi wisata alam yang tiada duanya di Indonesia, unik dan paling populer saat ini yang berhasil meraih juara 1 (satu) sebagai Surga Tersembunyi Terpopuler dan mendapat penghargaan oleh Anugerah Pesona Indonesia (API Tahun 2018) yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua di Jakarta. Di Kelabba Madja kita dapat menikmati tebing-tebing berukir, pilar-pilar tanah berulir dengan puncak batu menyerupai jamur atau payung yang dibentuk oleh kikisan air hujan dengan aneka warna, merah marun, coklat muda dan pink. Kelabba Maja dengan keunikannya merupakan tempat ritual adat agama suku warga setempat. Warga setempat mempercayai Kelabbba Madja sebagai tempat berdiamnya Dewa Maja.
Pelaksanaan Event Trip Jelajah Pesona
Bagi para pelancong (wisatawan) yang akan menghadiri Jelajah Pesona Festival Kelabba Maja juga akan diawali dengan Ivent Trip Jelajah Pesona ke beberapa titik kunjungan wisata, baik wisata alam, wisata bahari maupun wisata budaya dimana pada tiap titik kunjungan wisata akan dissuguhkan dengan atraksi-atraksi budaya, kuliner dan tenun ikat.
Para wisatawan akan menikmati indahnya pantai napae yang berada dipusat kota Seba yang memiliki pasir putih dan bersih. Di pantai ini sudah dilengkapi dengan beberapa Home Stay, Gazebo yang bisa dinikmati.
Kampung adat Namata adalah salah satu objek kunjungan wisata budaya yang unik di Desa Raeloro Kecamatan Sabu Barat. Kampung adat ini merupakan warisan budaya leluhur orang Sabu. Di kampung adat namata wisatawan dapat melihat batu-batu megalitik yang masih terawat semuanya berjumlah 14 batu. Batu-batu tersebut oleh masyarakat setempat dipercaya sebagai batu keramat. Batu-batu tersebut merupakan batu jabatan adat seperti untuk para dewan mone yang digunakan untuk melakukan ritual adat atau persembahan untuk Dewa Maja.
Gua Mabala terletak di Desa Eimau Kecamatan Sabu Tengah dengan jarak 14km dari Kota Seba. Gua ini diceritakan sebagai tempat tinggal panglima perang “Mabala” ketika melawan Portugis. Gua ini terbagi dalam beberapa ruangan dan sedikit terbuka di bagian atas. Tekstur dinding gua ini sangat indah dan memiliki warna yang sangat mempesona. Ditiap ruangan gua ini pula terdapat pilar-pilar batu besar yang konon cerita merupakan lumbung padi dari Panglima Mabala yang sudah membatu. Salah satu ruangan dari gua ini belum bisa di telusuri dikarenakan sangat gelap dan sempit, Menurut kepercayaan masyarakat setempat ruangan gua tersebut terhubung ke beberapa lokasi gua yang berada di sabu.
Kampung adat kuji ratu terletak di Desa kujiratu Kecamatan Sabu Timur, dengan jarak tempuh 20km dari kota Seba. Kampung adat Kujiratu merupakan salah satu kampung adat diwilayah adat hawu dimu. Di kampung adat kujiratu kita bisa dapat melihat dan menyaksikan ritual adat seperti pehere jara naiki kebui, eki kengoro, dabba ana deu, padoa bui ihi, tao leo, pemou do made dan ritual adat lainnya. Di tempat ini juga terdapat rumah-rumah adat asli sabu yakni emu hawu (rukoko)dan emu djawa (rumah-rumah asing yang tidak berdaun leher yang semuanya berpenghuni. Dalam kampung ini juga terdapat batu-batu ritual yang masih sakral. Kehidupan orang sabu pada umumnya dari segi cara hidup tradisional masih kita temui dalam kampung adat ini. Kampung ini di kelilingi oleh pagar-pagar batu dengan dua pintu batu utama yang tersusun sangat rapi dan sempit yakni pintu sebelah barat toka dida dan pintu timur toka wawa. Keunikan dari pintu tersebut ketika ada ritual adat pehere jara maka pintu tersebut yang tadi nya sempit akan melebar dengan sendirinya, agar kuda bisa masuk.
Rae Nalai adalah salah satu tempat atau pusat di peliharanya kemuliaan atau kesejahteraan do dimu. Setiap tahun dalam kampung adat ini di laksanakan ritual adat Kengoro Rai. Ritual ini dilakskankan oleh Kiru Lihu dengn Deo Rai. Kegiatan adat Kengora Rai biasa di sebut Eki Kengoro yang dilaksanakan pada bulan Bangaliwu atau bulan Juni setiap tahunnya. Tujuan dari Kengoro Rai ini adalah untuk meminta berkat kesuburan dan kesejahteraan hidup manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan bagi do bodae dan do bolou. Dalam kampung ini terdapat pohon kepaka (nitas) besar dan tinggi, salah satunya merupakan kepaka nada yang sakral dan berpantangan apabila memotong batang maupun ranting dari pohon tersebut. Terdapat batu-batu ritual sakral yakni wowadu nada dan wowadu kengoro. Dari kampung adat inilah ritual eki kengoro dilaksanakan dan berlangsung ke kampung adat kujiratu. Kampung adat ini sendiri tidak lagi memiliki rumah adat begitu pun ritual adatnya masih terus di jalankan. Kampung Rae Nalai terdapat di Desa Keduru Kecamatan Sabu Timur dengan jarak 21km dari kota Seba.
Dari Kampung adat Rae Nalai hanya terpaut 3km, pantai nan menggoda ini berada di wilayah Kecamatan Sabu Timur. Rae Mea memiliki segalanya, seluet pantai nan mempesona serta bentangan laut nan megah adalah sepenggal cerita yang mudah terbaca. Keelokan pasir putih disini patut di perhitungkan, warna putih bersih bak pancaran kristal. Di belakang pantai tersebut terdapat tebing berulir sepanjang 200m dengan warna merah muda kecoklatan. Dinding tebing tersebut seperti di ukir berulir dengan bantuan kiikisan air hujan menjadikan tempat ini sangat istimewa. Pantai tersebut sangan nikmat untuk rebahan namun juga menawan untuk voli pantai jika ingin bebas, datanglah kesini dan berteriaklah sekeras mungkin tidak ada yang melarang. Tidak hanya di situ di bagian puncak tebing terdapat beberapa kehale(lopo) khas sabu. yang membuat anda sangat nyaman untuk berkujung kesini. Pesisir pantai Rae Mea juga banyak menyimpan keistimewaan di antaranya terdapat kumpulan-kumpulan kimah besar sabagai wadah penampung air laut guna menghasilkan garam tradisional masyarakat setempat.
Pantai Kepo terletak di Desa Halla Paji Kecamatan Liae. Dari namanya saja pantai ini menyimpan banyak keistimewaan yang membuat orang ingin mengetahuinya. Pantai ini diapit oleh tebing-tebing batu yang menjorok ke laut dengan pasirnya yang putih dan bersih. Disetiap bibir pantai tersebut bertebaran batu-batu lepas berukuran besar dan 3 batu diantaranya terletak agak jauh ke dalam laut dari bibir pantai yang menurut masyarakat setempat ketiga batu tersebut memiliki hubungan dengan aliran kepercayaan Jingitiu, agama suku Sabu. Ketiga batu tersebut mempunyai nama yakni wowadu bennitellu. Pemerintah Desa setempat telah membangun fasilitas pendukung guna menunjang kenyamanan pengunjung ke lokasi tersebut seperti lopo, MCK dan lahan parkir. Sebagian besar lokasi area Pantai Kepo ini ditumbuhi pohon pandan lebat dan besar menciptakan ruang rindang penuh keindahan dibawahnya untuk berteduh membuat pantai tersebut sangat nyaman juga untuk dikunjungi pada musim panas.
Kelabba Madja terletak dibagian selatan Pulau Sabu yang terletak di Dusun Gelanalalu Desa Wadumedi Kecamatan Hawu Mehara yang berbatasan dengan Desa Raerobo Kecamatan Liae. Di Kelabba Maja kita dapat menikmati tebing-tebing berukir meruncing, pilar-pilar tanah berulir dengan puncak batu menyerupai jamur atau payung yang dibentuk oleh kikisan air hujan dengan aneka warna, merah marun, coklat muda dan pink.
Kelabba Maja dengan keunikannya merupakan tempat ritual adat agama suku warga setempat. Warga setempat mempercayai Kelabbba Madja sebagai tempat berdiamnya Dewa Maja. Kawasan Kelabba Madja sebagian besar ditumbuhi pohon berduri, ini mengingatkan para pengunjung untuk selalu berhati-hati ketika menyelusuri tempat ini. Fasilitas penunjang sudah dibangun untuk kenyamanan para pengunjung dilokasi tersebut seperti lopo atau kehale rumah khas sabu dan juga MCK. Dari Kehale tersebut sejauh mata memandang 50 meter dari puncak Kelabba Maja kearah pantai, pengunjung akan menikmati panorama Pantai Gelanalalu dengan hamparan pasir putih yang sangat putih dan bersih. Pada bibir pantai tersebut masyarakat setempat menganyam haik tuak sebagai wadah tampung air laut yang disusun serapi mungkin untuk dikeringkan menjadi garam. Garam tersebutlah yang disebut dengan garam tradisional, aktifitas tersebut menjadi keunikan tersendiri bagi para pengunjung yang datang ke lokasi tersebut (jibrael kale lay/ekraf)